Sejarah Pemberian Nama "Graha Ronggo Djumeno" Madiun



Pendapa Kabupaten Madiun di kantor pusat pemeintahan di Caruban diberi nama Graha Ronggo Djumeno, oleh Bupati Madiun Muhtarom. Pemilihan nama itu untuk menghormati adipati pertama Madiun, Ronggo Djumeno.
Peresmian dan pemberian nama pendapa Kabupaten Madiun ini dilakukan saat istigasah dalam rangka HUT ke-449 Kabupaten Madiun di pendapa Kabupaten Madiun, Jumat (14/7/2017). Selain dihadiri bupati, kegiatan itu juga dihadiri sejumlah pejabat dan ulama serta perwakilan masyarakat. Pemberian nama ini sudah atas persetujuan dari seluruh yang hadir dalam istigasah  sehingga pendapa Kabupaten Madiun resmi bernama Graha Ronggo Djumeno

Mengenai perpindahan pusat pemerintahan Kabupaten Madiun dari wilayah Kota Madiun ke Caruban, menurut Muhtarom, tidak terlepas dari inspirasi bupati sebelumnya. Dia berharap mantan Bupati Madiun yang telah wafat bisa ikhlas dengan perpindahan pusat pemerintahan ini. Dia menceritakan pusat pemerintahan Kabupaten Madiun pernah berada di Ngurawan, Kecamatan Dolopo, berpindah ke Sogaten. Dari Sogaten kemudian pindah lagi ke Kuncen, Kota Madiun. Setelah itu pindah lagi ke Pangongangan, Kota Madiun.

Menurut berbagai sumber, dulu wilayah madiun berasal dari dua desa yaitu desa wonorejo (sumber lain menyebutkan wonoasri) dan desa purbaya/purabaya. Ketika tahun 1568 Kesultanan Demak mengalami perpecahan dengan adanya perang saudara yang dimenangkan oleh Mas Karebet atau Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, dengan restu para wali menggantikan kedudukan mertuanya Sultan Trenggono sebagai Sultan. Namun, Sultan Hadiwijaya tidak mau bertempat tinggal di Demak. Sultan Hadiwijaya kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke Pajang. Putra Sultan Trenggono lainnya atau adik ipar Sultan Hadiwijaya yang bernama Ki Panembahan Ronggo Jumeno oleh Sunan Bonang yang mewakili para wali diangkat menjadi Bupati Madiun pada tanggal 18 Juli 1568. Ki Panembaha Ronggo Jumeno memerintah wilayah tersebut pada tahun 1568 – 1586. Bisa dibilang, wilayah ini yang babad alas adalah Ki Panembahan Ronggo Jumeno atau biasa disebut Ki Ageng Ronggo. Ki Ageng Ronggo ini juga memiliki julukan terkenal yaitu Pangeran Timur.

Wilayah yang tadinya bernama Purbaya/Purabaya kemudian berganti nama menjadi Madiun. Ada beberapa versi yang menyebabkan munculnya kata Madiun. Pertama, gabungan dari kata “medi” dan “ayun” yang bermakna “hantu” dan “bergerak ke depan-belakang atau ke samping secara teratur”. Jika kedua kata itu digabungkan, maka terwujudlah kata bentukan “mediayun” yang maknanya “hantu yang berayun-ayun”. Kedua, kata “madya” dan “ngayun” masing-masing kata bermakna “di tengah” dan “di depan”, jika digabungkan menjadi kata bentukan “madyangayun”. Makna dari penggabungan kudua kata ini tidak dijelaskan ada penjelasan lebih lanjut. Ketiga, gabungan kata “beji” dan “ayun” jika digabungkan menjadi “bejiayun”. Makna dari bejiayun ini berarti “pertempuran di sendang”. keempat asal kata ‘madiun” terkait dengan kata “madya” yang artinya ‘tengah’. Dari keempat versi asal kata madiun ini, yang paling mashur dikalangan masyarakat adalah versi pertama dan ketiga. Menurut cerita, Ketika Ki Mpu Umyang/Ki Sura bersemedi untuk membuat sebilah keris di sendang panguripan (sendang amerta) di Wonosari (Kuncen) diganggu gendruwo/hantu yang berayun-ayun di pinggir sendang, maka keris tersebut diberi nama ”Tundung Mediun”. Kemudian cerita lain berasal dari “Mbedi” (sendang) “ayun-ayunan” (perang tanding) yaitu perang antara Prajurit Mediun yang dipimpin oleh Retno Djumilah di sekitar sendang.

Berikut daftar nama Bupati Madiun:
Nama Para Bupati / Wedono Mancanegara Timur di Madiun
Kyai / Ki Ageng Reksogati 1518 – 1568
( Perwakilan Demak / Penyebar Agama Islam )

1. Pangeran Timoer 1568 -1586
( disebut juga Panembahan Rama atau Ronggo Jumeno)
2. Raden Aju Retno Djumilah 1586 – 1590
3. Panembahan Senopati 1590 – 1591
( nama Purabaya dirubah menjadi Mbediun /Mediun )
4. Raden Mas Soemekar 1591 – 1595
5. Pangeran Adipati Pringgolojo 1595 – 1601
6. Raden Mas Bagoes Petak
( Mangkunegoro I )1601 – 1613
7. Pangeran Adipati Mertolojo
( Mangkunegoro II ) 1613 – 1645
8. Pangeran Adipati Balitar Irodikromo
( Mangkunegoro III ) 1645 – 1677 ( terjadi perang Trunojoyo)
9. Pangeran Toemenggoeng Balitar Toemapel 1677 – 1703
10. Raden Ajoe Poeger 1703 – 1704
( terjadi pemberontakan Untung Suropati sehingga RA Puger mengikuti suaminya ke Kraton Kartasura )
11. Pangeran Harjo Balater 1704 – 1709
(Sebagai saudara dan Menggantikan RA Puger)
12. Toemenggoeng Soerowidjojo 1709 – 1725
13. Pangeran Mangkoedipoero 1725 – 1755
( terjadi Palihan Nagari Jogjakarta dan Surakarta, Madiun di bawah Pemerintahan Jogjakarta, kemudian diangkatlah Raden Ronggo Prawiro Sentiko oleh Hamengku Buwono I sebagai Bupati Madiun bergelar Ronggo Prawirodirjo I, berkedudukan di Istana Kranggan )
14. Raden Ronggo Prawirodirdjo I 1755 – 1784
15. Pangeran Raden Mangundirdjo
(Ronggo Prawirodirdjo II ) 1784 – 1795
(Berkedudukan di Istana Kranggan dan Wonosari )
16. Pangeran Raden Ronggo Prawirodirdjo III 1795 – 1810
(Berkedudukan di Istana Wonosari, Maospati dan Jogjakarta)
17. Pangeran Dipokoesoemo 1810 – 1820
18. Raden Ronggo Prawirodiningrat 1820 – 1822
( beliau saudara lain ibu dari Bagus Sentot Prawirodirjo )
19. Raden Toemenggoeng Tirtoprodjo 1822 – 1861
20. Raden Mas Toemenggoeng Ronggo Harjo Notodiningrat 1861 – 1869
( karena kekuasaan Belanda, Bupati Notodiningrat hanya menjadi Kepala Kantor Pemerintahan Kolonial / Rijkbestuur )
21. R.M. Toemenggoeng Adipati Sosronegoro 1869 – 1879
( sebagai Rijsbestuur )
22. Raden Mas Toemenggoeng Sosrodiningrat 1879 – 1885
( Belanda membagi Karesidenan Madiun menjadi lima regenschappen yang masing-masing punya kedudukan yang sama, yaitu Madiun, Magetan, Ngawi , Ponorogo dan Pacitan )
23. Raden Arjo Adipati Brotodiningrat 1885 – 1900
24. Raden Arjo Toemenggoeng Koesnodiningrat 1900 – 1929
( muncul sekolah-sekolah formal di desa yang dikenal sebagai Volk School selanjutnya disebut Vervolk School selam 2 tahun, tahun 1912 dibuka di Kertohardjo yaitu Sekolah Kartini. Tahun 1918, Kabupaten Madiun di pisah dengan wilayah perkotaan setelah adanya Gemeente Ordonatie berdasr Peraturan Pemerintah 20 Juni 1918. )
25. R.M. Toemenggoeng Ronggo Koesmen 1929 – 1937
26. R.M. Toemenggoeng Ronggo Koesnindar 1937 – 1953
( Jepang masuk ke Madiun )
27. Raden Mas Toemengoeng Harsojo Brotodiningrat 1954-1956
28. Raden Sampoerno 1956 – 1962
( sebagai Pejabat Bupati )
29. Kardiono, BA 1962 – 1965
( Partai Komunis Indonesia mendapat suara terbanyak dan calon Bupatinya R. Kardiono )
30. Mas Soewandi 1965 – 1967
31. H. Saleh Hassan 1967 – 1973
32. H. Slamet Hardjooetomo 1973 – 1978
33. H. Djajadi 1978 – 1983
34. Drs. H. Bambang Koesbandono 1983 – 1988
35. Ir. S. Kadiono 1988 – 1998
36. R. H. Djunaedi Mahendra, SH. M.Si 1998 – 2008
37. H. Muhtarom, S.Sos 2008 - sekarang 🙏


Komentar