Banyak yang tidak tahu bahwa kerajaannya Jayakatwang yaitu
kerajaan Gelang Gelang berada di Madiun. Tepatnya di Dusun Ngrawan, Desa
Dolopo, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun. Keberadaan Ngurawan dan Gelang
Gelang secara jelas termuat dalam prasasti Mula Malurung bertarikh 1255M.
Prasasti ini antara lain menyebut sanak kadang dan keturunan Seminingrat yang
dinobatkan sebagai raja di Negara bagian Tumapel Singasari. Di antaranya
menyebutkan Nararya Turukbali, putri sang prabu Seminingrat yang menjadi
permaisuri Jayakatwang, ditetapkan sebagai ratu kerajaan Gelang Gelang di
daerah Wurawan.
Prasasti ini belum menulis Jayakatwang sebagai raja Gelang
Gelang. Prasasti ini baru menulis Jayakatwang sebagai kemenakan sang prabu
Seminingrat dan menantunya. Tentu ini karena Jayakatwang adalah putra mahkota
raja Kediri Sastrajaya. Pada masa itu Kertanegara jadi raja Daha atau di timur
sungai Brantas, sementara Sastrajaya jadi raja Kediri di barat sungai Brantas.
Baru pada tahun 1271M Sastrajaya digantikan putranya bernama
Jayakatwang [Buku Girindra: Pararaja Tumapel-Majapahit]. Pada tahun ini Sri
Kertanegara mengangkat Jayakatwang sebagai raja Kadiri menggantikan ayahnya
Sastrajaya, sementara Turukbali tetap bersemayam di Gelang Gelang. Sampai
kemudian pada tahun 1292M, Jayakatwang yang berkuasa atas Kediri dan Gelang
Gelang berhasil menghancurkan pemerintahan Kertanegara di Singasari.Tapi
setahun kemudian Jayakatwang dihancurkan raden Wijaya. Sejak saat itu perlahan
keberadaan Gelang Gelang surut. Ketika
Majapahit berdiri, bekas wilayah Gelang Gelang berganti nama sebagai keraton
Pandansalas.
Hal ini juga diperkuat pendapat Arkeolog dari Balai Arkeologi Yogyakarta
melakukan penggalian di Situs Ngurawan di Dusun Ngrawan, Desa Dolopo, Kecamatan
Dolopo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur.Salah satu arkeolog yang terlibat dalam
penggalian tersebut, Rita Istari, Sabtu, mengatakan, penggalian kembali
dilakukan untuk mengungkap peninggalan budaya di Situs Ngurawan.
"Nama Ngurawan sangat terkenal, baik di masa dulu
maupun saat ini. Karena itu, kami sangat ingin tahu tentang Situs Ngurawan
tersebut. Mulai dari bentuknya bagaimana, luasnya berapa, dan semua budaya yang
terkait dengan situs tersebut," kata Rita kepada wartawan.Ia mengatakan
timnya melakukan penggalian untuk mengembangkan penelitian yang sudah dilakukan
Balai Arkeologi Yogyakarta akhir tahun 2014 dan awal tahun 2016.
Penggalian dilakukan di halaman rumah milik Gatot Suhanto,
tempat warga menemukan susunan batu bata berbentuk pondasi kuno yang diduga
merupakan pondasi bangunan kerajaan.Penggalian tersebut juga dilakukan untuk
membuktikan catatan sebuah prasasti yang menyebutkan bahwa di daerah Ngurawan
dulu ada Kerajaan Gelang-Gelang yang dipimpin oleh Raja Sri Jayakatwang.
"Diduga, pondasi itu merupakan peninggalan bangunan
Kerajaan Gelang-Gelang semasa Raja Sri Jayakatwang. Itu ada tercantum dalam
sebuah prasasti," kata dia. Di salah satu titik lokasi penggalian ada satu
lubang besar sedalam tiga meter, yang di dasarnya ada susunan batu.
Menurut rencana, ekskavasi yang melibatkan lima arkeolog
tersebut akan berlangsung selama beberapa hari. Penelitian dan penggalian di
Situs Ngurawan dilakukan setelah warga sekitar sering menemukan benda-benda
kuno yang diduga merupakan peninggalan kerajaan pada masa lalu seperti umpak,
yoni, tembikar kuno, ambang pintu, panil relief, dan "jobong
sumuran". Di wilayah tersebut juga terdapat arca Nandi (lembu), arca Dewi
Parwati, Jaladuwara (saluran air), dan miniatur candi. Warga juga menemukan
susunan batu bata berbentuk pondasi dan patung kuno.
Nagarakretagama dan Kidung Harsawijaya menyebutkan
Jayakatwang adalah keturunan Kertajaya raja terakhir Kadiri. Dikisahkan pada
tahun 1222 Ken Arok mengalahkan Kertajaya. Sejak itu Kadiri menjadi bawahan
Singhasari di mana sebagai bupatinya adalah Jayasabha putra Kertajaya. Tahun
1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271
Sastrajaya digantikan putranya, yaitu Jayakatwang.
Mungkin Sastrajaya menikah dengan saudara perempuan
Wisnuwardhana, karena dalam prasasti Mula Malurung Jayakatwang disebut sebagai
keponakan Seminingrat (nama lain Wisnuwardhana). Prasasti itu juga menyebutkan
nama istri Jayakatwang adalah Turukbali putri Seminingrat. Dari prasasti Kudadu
diketahui Jayakatwang memiliki putra bernama Ardharaja, yang menjadi menantu
Kertanagara. Jadi, hubungan antara Jayakatwang dengan Kertanagara adalah
sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan.
Hal yang perlu diluruskan dalam sejarah adalah pandangan
bahwa Jayakatwang adalah seorang pemberontak, karena kalau merunut sejarah Pararaton dan Kidung Harsawijaya menceritakan
Jayakatwang menyimpan dendam karena leluhurnya (Kertajaya) dikalahkan Ken Arok
pendiri Singhasari. Suatu hari ia menerima kedatangan Wirondaya putra Aria
Wiraraja yang menyampaikan surat dari ayahnya, berisi anjuran supaya
Jayakatwang segera memberontak karena saat itu Singhasari sedang dalam keadaan
kosong, ditinggal sebagian besar pasukannya ke luar Jawa. Adapun Aria Wiraraja
adalah mantan pejabat Singhasari yang dimutasi ke Sumenep karena dianggap
sebagai penentang politik Kertanagara. Jayakatwang melaksanakan saran Aria
Wiraraja.
Ia mengirim pasukan kecil yang dipimpin Jaran Guyang
menyerbu Singhasari dari utara. Mendengar hal itu, Kertanagara segera mengirim
pasukan untuk menghadapi yang dipimpin oleh menantunya, bernama Raden Wijaya.
Pasukan Jaran Guyang berhasil dikalahkan. Namun sesungguhnya pasukan kecil ini
hanya bersifat pancingan supaya pertahanan kota Singhasari kosong. Pasukan
kedua Jayakatwang menyerang Singhasari dari arah selatan dipimpin oleh Patih
Mahisa Mundarang. Dalam serangan tak terduga ini, Kertanagara tewas di dalam
istananya.
Menurut prasasti Kudadu, Ardharaja putra Jayakatwang yang
tinggal di Singhasari bersama istrinya, ikut serta dalam pasukan Raden Wijaya.
Tentu saja ia berada dlam posisi sulit karena harus menghadapi pasukan ayahnya
sendiri. Ketika mengetahui kekalahan Singhasari, Ardaraja berbalik meninggalkan
Raden Wijaya dan memilih bergabung dengan pasukan Gelang-Gelang.
Jadi Justru Sebenarnya Jayakatwang ini menuntut balas karena
dulu kerajaan leluhurnya yaitu kerajaan Kadiri dikalahkan oleh Ken Arok Raja
Singosari (Singhasari). Peristiwa kehancuran Singhasari terjadi tahun 1292.
Jayakatwang lalu menjadi raja, dengan Kadiri sebagai pusat pemerintahannya.
Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden
Wijaya yang datang menyerahkan diri. Raden Wijaya kemudian diberi Hutan Tarik
untuk dibuka menjadi kawasan wisata perburuan.
Sesungguhnya Aria Wiraraja telah berbalik melawan
Jayakatwang. Saat itu ia ganti membantu Raden Wijaya untuk merebut kembali takhta
peninggalan mertuanya. Pada tahun 1293 pasukan Mongol datang untuk menghukum
Kertanagara yang telah berani menyakiti utusan Kubilai Khan tahun 1289. Pasukan
Mongol tersebut diterima Raden Wijaya di desanya yang bernama Majapahit. Raden
Wijaya yang mengaku sebagai ahli waris Kertanagara bersedia menyerahkan diri
kepada Kubilai Khan asalkan terlebih dahulu dibantu mengalahkan Jayakatwang.
Berita Cina menyebutkan perang terjadi pada tanggal 20 Maret
1293. Gabungan pasukan Mongol dan Majapahit menggempur kota Kadiri sejak pagi
hari. Sekitar 5000 orang Kadiri tewas menjadi korban. Akhirnya pada sore
harinya, Jayakatwang menyerah dan ditawan di atas kapal Mongol. Dikisahkan
kemudian pasukan Mongol ganti diserang balik oleh pihak Majapahit untuk diusir
keluar dari tanah Jawa. Sebelum meninggalkan Jawa, pihak Mongol sempat
menghukum mati Jayakatwang dan Ardharaja di atas kapal mereka.
Menurut kitab Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama,
Jayakatwang yang telah menyerah lalu ditawan di benteng pertahanan Mongol di
Hujung Galuh. Menurut Pararaton dan Kidung Harsawijaya, ia meninggal di dalam
tahanan penjara Hujung Galuh setelah menyelesaikan sebuah karya sastra berjudul
Kidung Wukir Polaman.
Komentar
Posting Komentar